Tugas makalah
DI SUSUN OLEH :
NAMA : MURNI CANIA
NIM : 12.873
AKADEMI
KEPERAWATAN
PEMDA WAJO
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan ostheoatrithis.
Dengan selesainya makalah ini disusun,saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.walaupun makalah ini
telah selesai, namun karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki, sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga besar
harapan saya untuk menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari dosen.
Saya
mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca pada
ummunya dan ilmu pengetahuan khususnya.
Terimakasih
Sengkang,16 februari 2014
MURNI CANIA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
BAB
I PENDAHULUAN
a. LatarBelakang . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
b. Tujuan umum . . . . . . . . . .. . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
c. Tujuan khusus……………………………………………………
BAB
II PEMBAHASAN
KONSEP
MEDIS
A. Pengertian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .
B. Etiologi . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . ..
C. Patofisiologi . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . ..
D. Manifestasi Klinis. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Komplikasi. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F. Pemeriksaan
Penunjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
G. Penatalaksanaan. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
H. Prognosis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
.
I. Pencegahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
.
KONSEP
KEPERAWATAN
A. Pengkajian. . . . . . . . .. . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Diagnosa Keperawatan . . . . . .
. . .. . . . . .
. . . . . . . . . . ..
BAB
III PENUTUP
a. Kesimpulan. . . .. . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
b. Saran . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
DAFTAR PUSTAKA .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis)
adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan
penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan pada sendi yang
bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal
sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun terdapat
inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas)
B.
TUJUAN UMUM
Untuk memperoleh gambaran tentang
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien Osteoarthitis dengan menggunakan
metode proses keperawatan.
C.
TUJUAN KHUSUS
1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit osteoarthritis
2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan osteoarthitis
3. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan kasus tersebut
4. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori
keperawatan
I. KONSEP
MEDIS
A. DEFINISI
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi
yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun
dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis yang dikenal sebagai
penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi)
merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan
rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan
meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di
bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor
umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994,
Solomon, 1997).
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis)
adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan
penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan pada sendi yang
bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal
sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun terdapat
inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi
(1995) osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi
yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis
yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang
baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil
akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara
serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang
yang membentuk persendian. (R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoartritis diklasifikasikan
menjadi :
1. Tipe
primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan osteoartritis
2. Tipe
sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
(Long, C Barbara, 1996 hal 336)
B. Etiologi
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih
belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1.
Umur.
Dari semua faktor resiko untuk
timbulnya osteoartritis, faktor
ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin
meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis
hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering
pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan
fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan
penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang
berwarna kuning.
2.
Jenis
Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan
lelaki lebih sering terkena osteoartritis
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi osteoartritis kurang lebih
sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih
banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal
pada patogenesis osteoartritis.
3.
Genetic
Faktor herediter juga berperan pada
timbulnya osteoartritis missal,
pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis
pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering
dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden
node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada
pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
4.
Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi
pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang
diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai
pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
5.
Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata
berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis
pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
6.
Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan
fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan
kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian
sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua
mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus
dikandungnya.
8. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi
akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim
perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
9. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh
hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi
tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
10. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi
produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan
penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia,
dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi
proteaglikan menurun.
11. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson,
akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer,
asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit
kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap
sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang menyatu menjadi suatu
predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis mengenai kartiloago
artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga kartilago
artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses degenerasi,
inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut
hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan
penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis
mencakup usia, jenis kelamin wanita, predisposisi genetic, obesitas, stress
mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau tulang yang dialami sebelumnya,
dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta metabolik. Unsur herediter
osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized osteoarthritis ( yang
mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan. Tipe
osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause
dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada tangan yang
ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal
tangan.
Gangguan congenital dan
perkembangan pada koksa sudah diketahui benar sebagai predisposisi dalam diri
seseorang untuk mengalami osteartritis koksa. Gangguan ini mencakup
sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia, asetabulum, penyakit
Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris. Obesitas memiliki
kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun keadaan ini
mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran sendi
lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat
memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas
dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan generasi kartilago.
Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoarthritis.
Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap dampak
beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler
yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut lebih rentan
terhadap cidera.
Faktor-faktor mekanis seperti
trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan juga turut terlibat.
Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum dan robekan
menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan
oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi.
Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran
enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat
badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal
dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian
akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa
nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi
sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik
sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme
sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
( Soeparman ,1995)
OSTEOARTHTRITIS LANJUT
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala utama ialah adanya
nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara
perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang
saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.
Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi
sinova,peregangan kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam
periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi
intraoseus, bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional
disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan
yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi. Meskipun osteoarthritis
terjadi paling sering pada sendi penyokong berat badan ( panggul, lutut,
servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering terkena.
Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya
tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.
Gejala khas pada penderita OA :
- Rasa
nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada
osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan
fisik.
- Kekakuan
dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30
menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
- Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang
sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua
ini akan menimbulkan rasa nyeri.
- Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan
keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong
sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin,
akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
- Pembengkakan
Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi
peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas
tanpa adanya pemerahan.
- Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal
rawan sendi.
- Gangguan
Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara
tulang pembentuk sendi.
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan/kesulitan
gerak
2. Kelumpuhan
yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko
jatuh
4. Patah
tulang
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X.
Gambar
sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang seperti
pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes
darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter
akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian diketahui apakah
nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi
adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang. Dokter
akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto
Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
6. Serologi
dan cairan sinovial dalam batas normal
G.
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang
spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak
mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS)
bekerja
sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah
asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga
cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat
peradangan maka OAINS seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan.
Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid.
Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama
adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan
menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini
berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal
tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat
karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang
berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang
dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan
karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan
pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis.
Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan
pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak
pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang
lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat
pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada
pasien osteoartritis terutama
pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus
dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada
penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan
obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi
paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk
memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar
sendi osteoartritis. Latihan isometrik
lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi
rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena
berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot
periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari
beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada
pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau
ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan
sendi, pebersihan osteofit.
a.
Penggantian
engsel (artroplasti).
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan
alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
b.
Pembersihan
sambungan (debridemen).
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang
rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
c. Penataan tulang.
Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan
remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat
bergerak.
8. Terapi konservatif mencakup
penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan
sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat
ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan
latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu
pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.
H.
PROGNOSIS
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi
dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.
I.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal
berikut:
1. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan,
sayur dan kacang-kacangan.
2. Minum obat yang direkomendasikan dokter.
3. Pertimbangkan untuk menggunakan alat
bantu saat beraktivitas untuk mengurangi bahaya.
4. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan
cidera tulang.
5. Jika mengangkat benda, usahakan beban
terbagi merata pada seluruh sambungan tulang.
6. Pilih sepatu yang tepat.
7. Ketahui batas kemampuan gerakan dan
kemampuan mengangkat beban.
8. Teknik relaksasi juga dapat membantu,
seperti mengambil napas dalam dan hipnosis.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala:
a.
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri
tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari.
b.
Keletihan
c.
Keterbatasan ruang gerak, atropi
otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
Tanda:
a. Malaise
b. Keterbatasan
rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan
otot
2. Kardiovaskuler
Gejala : Jantung cepat, tekanan
darah menurun
Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan
(misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal.
3. Integritas Ego
a. Faktor-faktor
stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
factor-faktor hubungan
b. Keputusasaan
dan ketidak berdayaan
c. Ancaman
pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada
orang lain
4. Makanan Atau Cairan
a. Ketidakmampuan
untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual.
b. Anoreksia
c. Kesulitan
untuk mengunyah
d. Kekeringan
pada membran mukosa
5.
Higiene
Berbagai kesulitan untuk
melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang lain.
6.
Neurosensori
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan
dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
7.
Nyeri / Kenyamanan
a. Fase
akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
b. Terasa
nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
8.
Keamanan
a. Kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
b. Kekeringan
pada mata dan membran mukosa
c. Kulit
mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
d. Lesi
kulit, ulkas kaki
e. Kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
f. Demam
ringan menetap
g. Kekeringan
pada mata dan membran mukosa
9.
Interaksi Sosial
Gejala: kerusakan interaksi dan
keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran
a.
Riwayat rematik pada keluarga
b.
Penggunaan makanan kesehatan,
vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
c.
Riwayat perikarditis, lesi tepi
katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
2.
Kerusakan Mobilitas Fisik
berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan , Penurunan
kekuatan otot
3.
Risiko cedera b/d penurunan fungsi
tulang.
4.
Perubahan pola tidur b/d nyeri
5.
Defisit perawatan diri b/d nyeri dan
kelemahan, Kerusakan Auskuloskeletal : Penurunan
Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
6.
Gangguan citra tubuh/ perubahan
penampilan peran b/d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum,
Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
7.
Resiko
Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan :
Proses penyakit degeneratif jangka panjang, Sistem pendukung tidak adekuat.
8.
Kurang Pengetahuan (Kebutuhan
Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan
b/d kurangnya pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang,
distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Kriteria
hasil:
nyeri hilang atau tekontrol
Intervensi :
1. Kaji
keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. R/ Membantu dalam
menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan
matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang
sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan
pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada penyakit berat,
tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
4. Pantau penggunaan bantal.
5. Dorong
untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.
6. Anjurkan
pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan
waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air mandi. R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.
Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
7. Pantau
suhu kompres.
8. Berikan
masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot.
9. Beri
obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti
asetil salisilat R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
10. Dorong
penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan
terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan
pengendalian nafas.
11. Libatkan
dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
12. Beri
obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
13. Bantu
klien dengan terapi fisik.
Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot.
Kriteria
Hasil
: Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada
sendi
2. Pertahankan
istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk mencegah kelelahan dan
mempertahankan kekuatan
3. Jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam
hari tidak terganggu.
4. Bantu
klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika
memungkinkan.
5. Bantu
bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/ Meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum.
6. Dorong
klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. R/
Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
7. Berikan
lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. R/
Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.
8. Berikan
obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk menekan inflamasi
sistemik akut.
9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan
spesialis vasional.
Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan
fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria
Hasil
: Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
Intervensi :
1. Kendalikan
lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi
potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah
tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam
siapkan lampu panggil
2. Memantau
regimen medikasi.
3. Izinkan
kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam lingkungan
yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan
mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi, mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas.
Diagnosa 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri
Kriteria
Hasil
: Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.
Intervensi :
1. Tentukan
kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan yang terjadi. R/ Mengkaji
perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2. Berikan
tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan kenyamaan tidur serta dukungan
fisiologis/psikologis.
3. Buat
rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru. R/
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan
ansietas yang berhubungan dapat berkurang.
4. Instruksikan
tindakan relaksasi. R/ Membantu menginduksi tidur.
5. Tingkatkan
regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage. R/
Meningkatkan efek relaksasi.
6. Gunakan
pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat tidur bila mungkin. R/
Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur,
pagar tempat untuk membantu mengubah posisi .
7. Hindari
mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk obat atau terapi. R/
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin mungkin
tidak mampu kembali tidur bila terbangun.
8. Berikan
sedatif, hipnotik sesuai indikasi. R/ Mungkin diberikan untuk membantu pasien
tidur atau istirahat.
Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri
dan kelemahan, kerusakan auskuloskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria
Hasil
: Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.
Intervensi :
1. Kaji
tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang
diperlukan.
2. Diskusikan
tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial
perubahan yang sekarang diantisipasi.
3. Pertahankan
mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/ Mendukung kemandirian
fisik/emosional.
4. Kaji
hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk
modifikasi lingkungan. R/ Menyiapkan untuk
meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.
5. Identifikasikasi
untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet,
kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara
mandiri.
6. Kolaborasi untuk mencapai terapi
okupasi.
Diagnosa 6 : Gangguan citra tubuh/ perubahan
penampilan peran b/d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria
hasil
: mengungkapkan peningkatan rasa percaya kemampuan untuk menghadapi penyakit,
perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
Intervensi :
1. Dorong
pengungkapan mengenai masalah mengenai proses penyakit, harapan masa depan. R/
Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesal menghadapinya secara
langsung.
2. Diskusikan
arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana
pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk
aspek-aspek seksual. R/ Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi
persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan
terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.
3. Diskusikan
persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan. R/
Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada
bagaimana pasien memandang dirinya sendiri.
4. Akui
dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. R/Nyeri melelahkan,
dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi.
5. Perhatikan
perilaku menarik diri, penguanan menyangkal atau terlalu memperhatikan
tubuh/perubahan. R/ Dapat menunjukkan emosional atau metode maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis.
6. Susun
batasan pada prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat membantu koping. R/ Membantu pasien mempertahankan kontrol
diri yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7. Ikut
sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. R/
Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan
mendorong partisipasi dan terapi.
8. Rujuk
pada konseling psikiatri. R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkadukungann
selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan.
9. Berikan
obat-obat sesuai petunjuk. R/ Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi
hebat sampai pasien mengembangkan kemampuankoping yang efektif.
Diagnosa 7 : Resiko Tinggi terhadap
Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif
jangka panjang, Sistem pendukung tidak adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan
keamanan lingkungan yang meningkatkan perkembangan.
2. Mendemonstrasikan
penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi:
1. Kaji
tingkat fungsi fisik
2. Evaluasi
lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri.
3. Tentukan
sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual.
4. Identifikasi
untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.
Diagnosa 8 : Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan
Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan: Kurangnya
pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan
pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
2. Mengembangkan
rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten
dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi :
1. Tinjau
proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan
2. Diskusikan
kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui diet, obat-obatan dan
program diet seimbang, latihan dan istirahat.
3. Bantu
dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis, istirahat,
perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stress.
4. Tekankan
pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.
5. Identifikasi
efek samping obat.
6. Diskusikan
teknik menghemat energi.
7. Berikan
informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan palang keamanan.
8. Dorong
klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat
maupun pada saat melakukan aktivitas.
9. Diskusikan
pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar salisilat, PT.
10. Beri
konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab
kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya
usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan
adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
b.
saran
1.
Sebaiknya
seorang perawat dapat melaksanakn asuhan keperawatan kepada klien
osteoarthritis sesuai dengan indikasi penyakit
2.
Sebaiknya
seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien osteoarthitis
dengan baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
Doenges E Marilynn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,
Jakarta
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Long C Barbara, Perawatan
Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan), Yayasan Ikatan
alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996
Potter,
patricia A.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan . Jakarta : EGC
Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit., Ed.
4, EGC, Jakarta.
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi
(1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut, Jakarta, Balai
Penerbit FK Universitas Indonesia
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku
ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart. Ed. 8. Vol. 3. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI